+ Huruf Lebih Besar | -Huruf Lebih Kecil

WELCOME

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas diluncurkannya Weblog ROHIS SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung. Mengingat begitu cepatnya perkembangan IPTEK khususnya dibidang...

Kamis, 08 Desember 2011

Korupsi dan Hedonisme Pejabat bisa Picu Kemarahan Rakyat

08/12/2011

Dalam sejarah Indonesia modern, ternyata rakyat pernah menumpahkan kemarahannya kepada para pejabat publik yang melakukan praktik korupsi dan berperilaku hedonis. Agar peristiwa serupa tidak terulang kembali, para pejabat diminta segera menghentikan sikap tercela tersebut.
Hal ini mengemuka dalam diskusi bertema “Korupsi dan Hedonisme, dari Rezim ke Rezim” yang diselenggarakan Rumah Perubahan 2.0 pada Selasa (29/11). Diskusi menghadirkan sejarawan Dr. Aswi Marwan Adam, pengamat politik Cecep Effendi, dan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Wacth (ICW) Lucky Djani.
Asvi mengatakan, pada pertengahan 1960an kesulitan hidup yang dialami rakyat Indonesia terasa makin berat. Pada saat yang sama, para pejabat negara dan kaum elitnya justru hidup dalam gelimang kemewahan. Untuk membiayai hidup bermewah-mewah dan hedonis tersebut, para pejabat dan elit melakukan korupsi. Ironisnya, merasa tidak merasa bersalah dalam mempertontonkan kemewahan hidup dan perilaku hedonis itu secara terbuka.
“Melihat kenyataan itu, rakyat pun jadi muak. Mereka menyebut perilaku itu dengan sebutan ‘setan’. Karenanya saat itu dikenal adanya sebutan ‘Setan Kota’ dan ‘Setan Desa’,” ujar Asvi.
Sehubungan dengan itu, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi yang juga hadir, mengingatkan agar para pejabat publik dan elit negeri ini segera menghentikan praktik korupsi dan gaya hidup hedonis. Sebab, sambung dia, jika mereka terus melanjutkan perilaku tercela tersebut, bukan tidak mustahil kemarahan rakyat seperti pada era 1960an akan kembali terulang.
“Saya khawatir melihat perkembangan yang terjadi. Para pejabat publik kita sepertinya tidak mau belajar dari sejarah. Saya minta mereka berhenti korupsi dan bergaya hidup hedonis. Pesta perkawinan yang menelan biaya belasan bahkan miliar rupiah jelas menunjukkan gaya hidup hedonis tersebut. Jangan sampai rakyat kembali menumpahkan kemarahannya seperti di masa silam,” tukas Adhie.
Tidak Punya Malu
Lucky mengatakan, korupsi dan sikap hedonis para pejabat itu disebabkan budaya berkuasa yang sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Para pejabat dulu dan sekarang menganggap gratifikasi sebagai hal yang wajar, dianggap upeti yang menjadi hak penguasa.
Sementara itu, Cecep berpendapat korupsi dan perilaku hedonis para pejabat dan elit itu disebabkan mereka tidak lagi memiliki rasa malu. Itulah sebabnya mereka bisa dengan tanpa beban melakukan korupsi dan memamerkan kekayaan hasil korupsinya secara terbuka.
“Bandingkan dengan para pemimpin di masa silam. Mohammad Natsir, misalnya. Sebagai Perdana Menteri, Natsir masih memakai jas yang ada tambalannya. Atau Mohammad Hatta yang tetap bersahaja walau menjadi Wakil Presiden dan Perdana Menteri. Bahkan karena begitu sederhananya, mantan Kapolri Jenderal Hoegeng, sempat tidak bisa membayar PBB rumah tinggalnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat,” papar Cecep.
Lucky menambahkan, rasa malu memang sudah tidak ada lagi pada para pejabat dan elit negeri ini. Padahal, di negara lain pejabat yang melakukan korupsi merasa malu dan mengundurkan diri. Di Jepang dan Korea bahkan melakukan bunuh diri.
Penegakan Hukum
Asvi melihat lemahnya penegakan hukum memberi kontribusi amat besar bagi tumbuh suburnya praktik korupsi di Indonesia. Hal itu ditandai dengan banyaknya pelaku korupsi yang tidak berhasil dijerat hukum atau divonis ringan, bahkan bebas murni.
Di tahun 1945-1949, lanjut Asvi, Indonesia memiliki Jaksa Agung Soeprapto. Dia dikenal sebagai pejabat yang tidak pandang bulu dalam memberantas korupsi. Sudah banyak menteri yang dijebloskannya ke penjara. Bahkan Soeprapto tidak ragu-ragu menindak Ketua PKI DN Aidit dan Menteri Luar Negeri Ruslan Abdul Gani. Padahal, saat itu Presiden Soekarno minta agar Soeprapto tidak memproses Ruslan. Tapi, Soeprapto maju terus dan akhirnya Ruslan dijatuhi hukuman denda. Akankah muncul Soeprapto muda? (mzs)
Sumber : Eramuslim.com

0 komentar:

Posting Komentar

1. Jika Anda ingin berkomentar dengan menggunakan Account E-Mail Anda, silahkan pilih Profile E-Mail
2. Jika Anda ingin berkomentar dengan menggunakan Nama dan URL Anda, silahkan pilih Name/URL
3. Jika Anda ingin berkomentar tanpa diketahui nama Anda, silahkan pilih Anonymous