+ Huruf Lebih Besar | -Huruf Lebih Kecil

WELCOME

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas diluncurkannya Weblog ROHIS SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung. Mengingat begitu cepatnya perkembangan IPTEK khususnya dibidang...

Kamis, 02 Februari 2012

Saat Kita Malas Dalam Ibadah

Tanbihun - Secara teori keilmuan, banyak sekali yang mengupas tentang tips dan kiat-kiat  bagaimana supaya kita bisa tekun dan husu’ dalam beribadah.  Kita tidak jarang mendapati sebuah pertanyaan seperti ini baik dari diri sendiri ataupun dari orang lain, “bagaimana sih caranya agar sholat kita bisa husu’? bagaimana sih caranya supaya kita bisa ihlas dalam beramal?” Dan lain sebagainya.
Tidak sulit kita untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, tinggal buka kitab atau buku semua jawaban ada disitu. Atau yang lebih gampang  lagi tinggal search di internet.
Sekarang, ketika sudah mendapati  jawaban, seperti apa reaksi kita? “oohh… seperti itu ya tipsnya? Kapan-kapan bisa saya praktekin”.  “hemm… banyak banget tipsnya sampai capek bacanya”. “semua tipsnya kok susah-susah ya..?”.
Mungkin disinilah peran dari ‘Ilmu an-nafi’.  Yang benar-benar memberi  manfaat  bagi yang memilikinya. Karena tak jarang dari kita, ilmu hanya sebagai wacana dan bahan untuk diskusi semata. Hingga tak jarang kita tidak merasakan manisnya ilmu pengetahuan yang kita jadikan pegangan dalam kehidupan.
Ada kisah ringan yang menggerakkan hati saya, ada seorang pemuda bisa dibilang ia pandai ilmu agama. Namun satu kekurangannya yang paling mencolok dimata ibunya, ia sering mengahirkan shalat isya’ dan jarang membaca Qur’an . sang ibu tidak pernah lelah mengingatkannya untuk meninggalkan kebiasaan buruk itu, dengan enteng sang anak menjawab “iya bu’.. Insya Allah mulai besok saya tidak akan mengahirkan shalat isya’ dan akan rajin baca Qur’an. Kejadian seperti itu terus berlangsung hampir satu tahun lamanya.
Hingga pada suatu hari sang ibu melihat kondisi kamarnya yang biasa pemuda tadi melakukan ibadah, “nak, coba diperluas lagi tempat ibadahmu biar lebih nyaman tidak sempit seperti itu”. Pemuda tadi pun menuruti perintah ibunya.
Subhanallah, ahirnya pemuda tadi bisa meninggalkan kebiasan buruknya dan kembali rajin baca Qur’an.
Ada hikmah apa dibalik kisah ini?
Bila kita kembalikan ke pertanyaan diatas, ternyata teori keilmuan yang dimiliki pemuda tadi belum bisa mengantarkan pada apa yang seharusnya seorang ahlul ‘ilmi lakukan, bukannya pemuda tadi tidak mahu berubah dari kebiasaan buruknya, hanya saja ia belum mampu. Dan ternyata salah satu kendala yang membuatnya seperti itu adalah kehilafannya tidak pernah memperhatikan sarana ibadah yang bisa membuatnya lebih tenang dan nyaman.
Tentu saja masing-masing pribadi mempunyai  kendala tersendiri, hanya Allah lah yang bisa memperlihatkan jalan keluar kepada kita dari kemalasan ibadah.
Maka dari itu, selayaknya kita mampu menciptakan suasana kenyamanan baik kenyamanan hati ataupun “makanul ibadah” sebelum kita menghadap Rabbul ‘izzah. Yang Insya Allah, kita benar-merasakan bahwa kita sedang shalat, merasakan nikmatnya niat, merasakan kedua tangan yang biasanya berlumur dosa kita gunakan untuk mengagungkan Tuhan dalam takbiratul ihram, menghadirkan keagungan ummul kitab (surah alfatihah) yang semakin menambah rasa kehambaan dan rasa butuh kita pada Tuhan, merasakan tuma’ninah, ruku’, sujud dan lan sebagainya.
Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan hasil dan pengaruh dari ilmu yang bermanfaat, yaitu menumbuhkan dalam hati orang yang memilikinya rasa tenang, takut dan ketundukan yang sempurna kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini berarti bahwa ilmu yang cuma pandai diucapkan dan dihafalkan oleh lidah, tapi tidak menyentuh –apalagi masuk– ke dalam hati manusia, maka ini sama sekali bukanlah ilmu yang bermanfaat, dan ilmu seperti ini justru akan menjadi bencana bagi orang yang memilikinya, bahkan  menjadikan pemiliknya terkena ancaman besar –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kita semua– termasuk ke dalam tiga golongan manusia yang pertama kali menjadi bahan bakar api neraka.
Sebagai penutup, ada dua pertanyaan yang harus kita jawab dan kita segera perbaiki
Kapan terahir kali kita benar-benar merasakan kenikmatan ibadah?
Kapan terahir kali kita benar-benar menikmati bacaan Qur’an dengan tidak ada perasaan gerah?
Sumber : tanbihun.com

0 komentar:

Posting Komentar

1. Jika Anda ingin berkomentar dengan menggunakan Account E-Mail Anda, silahkan pilih Profile E-Mail
2. Jika Anda ingin berkomentar dengan menggunakan Nama dan URL Anda, silahkan pilih Name/URL
3. Jika Anda ingin berkomentar tanpa diketahui nama Anda, silahkan pilih Anonymous